Kasus Ahmadiyah di Parung Bogor memang menyebabkan polemik berkepanjangan antara pejuang HAM serta Islam Liberal (apa pula ini) Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan Islam Konservatif. Bahkan dalam suatu wawancara terhadap pihak liberal di suatu harian jumpa pers bersama Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, pembicara pihak liberal Ulil Absar Abdala, tokoh JIL, sempat mengatai fatwa MUI tentang pelarangan Ahmadiyah adalah tindakan tolol dan konyol. Dzigh… tidak adakah kata yang lebih sopan lagi…
Namun menurut Pak Din Syamsudin dari MUI, fatwa MUI hanya melarang aliran Ahmadiyah yang menyimpang yaitu aliran yang mengakui pendirinya sebagai Nabi baru. Karena sudah jelas-jelas di Al-Quran dikatakan bahwa nabi terakhir adalah Nabi Muhammad SAW. Kalaupun ada, dan itu merupakan salah satu tanda-tanda akhir jaman, adalah kemunculan kembali Nabi Isa A.S.
Apakah Ahmadiyah bentuk lain dari musuh-musuh Islam yang ingin memporak porandakan Islam? Bila memang salah kaprah dari hal-hal dan aturan yang jelas tertulis di Al Quran dan Al Hadits, maka sudah sepatutnya Ahmadiyah dilarang. Gak perlu lah denger lagi pejuang HAM, kebebasan beragama dan lainnya. Suru mereka kelaut aja.

540 Comments

  1. MENJAWAB BERBAGAI TUDUHAN THEOLOGIS

    ???????? ???? ???? ????? ????? ???? ?????????? ???? ????????? ???????? ???? ????? ?????? ???? ?????? ??????? ???? ??????????? ?????????? ?????? ????? ????????? ?????????
    Yth. Bp. Pimpinan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
    Yth. Bp. Kepada Puslit Kemasyarakatan & Kebudayaan (PMB) – LIPI

    Hadirin Hadirat peserta seminar yang saya muliakan.
    Alhamdulillah, dengan karunia Nya semata-mata kita diberikan taufiq untuk bersama-sama dalam seminar ini. Shalawat dan Salam semoga di anugerahkan kepada yang Mulia Nabi Besar Muhammad Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam dan para Sahabat (Radhiallahu ‘anhum). Terimakasih kami haturkan kepada Pimpinan LIPI dan Panitia yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk menyampaikan makalah kami dengan judul “Menjawab Berbagai Tuduhan Theologis”.

    Jika kita menyimak literatur-literatur yang diterbitkan oleh pihak luar Ahmadiyah, literatur yang berisikan tuduhan, dapat kita klasifikasi menjadi dua bentuk. Bentuk pertama berupa tuduhan yang semata-mata opini dari pihak tertentu. Bentuk kedua berupa rekayasa dan pemutarbalikan pemahaman Ahmadiyah dengan cara mengutip literatur Ahmadiyah lalu memberi komentar sendiri dan dinisbahkan kepada Ahmadiyah. Tuduhan-tuduhan dan fitnah-fitnah tersebut telah dimulai sekitar seabad yang lalu dengan terus-menerus diulangi oleh generasi-generasi penentang dari masa-kemasa.

    Pengulangan tuduhan-tuduhan tersebut disajikan kemasyarakat dalam berbagai tulisan dengan judul yang berbeda atau tata letak yang berbeda, atau juga demikian, yakni pada penerbitan pertama pengulangan mengutip sebagian tuduhan/fitnah yang belum dikutip sebelumnya sehingga nampak seolah ada ilmu baru yang muncul. Pengulangan dengan penambahan atau perubahan tata letak, judul dan materi, memberi kesempatan munculnya buku-buku terbitan baru, menciptakan pasar buku yang diharapkan laris di masyarakat.
    Yang kami sayangkan ialah pemutarbalikan fakta dengan rekayasa arti, atau pun mengenyampingkan pemahaman yang semestinya disampaikan ke masyarakat itu dengan mengatasnamakan Islam, bahkan membawa nama Allah Yang Maha Qudduus. Padahal Islam sangat melarang penyebaran fitnah dan tuduhan palsu, apalagi dengan membawa nama Allah.

    Jawaban spesifik terhadap tuduhan dan fitnah tersebut telah diterbitkan baik dalam bentuk tulisan, maupun video dan CD. Bahkan dapat di akses melalui website http://www.alislam.org. Waktu yang singkat dan terbatas seperti ini tidak cukup untuk menjawab satu persatu tuduhan-tuduhan tersebut secara spesifik. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami memilih untuk menyampaikan penjelasan akidah Islam yang kami-Jemaat Ahmadiyah-yakini. Dengan penyampaian penjelasan ini, kami menyatakan bahwa pernyataan segelintir orang tentang Jemaat Ahmadiyah, yang tidak sesuai dengan penjelasan kami, atau provokasi yang dilontarkan pihak tertentu tentang Ahmadiyah adalah dusta belaka dan menjadi tanggung jawabnya di depan hukum dan terutama dihadapan Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Perkasa, dan Maha Pemberi Balasan.

    Sejarah Ahmadiyah sedunia yang lebih dari 100 tahun, menjadi saksi tak terbantahkan atas nasib orang-orang yang memfitnah dan menimpakan keaniayaan terhadap orang-orang Ahmadiyah yang tidak berdosa. Penjelasan kami ini sekaligus merupakan harapan kami kepada masyarakat agar tidak terprovokasi oleh sekelompok orang yang akan membawa mereka kepada langkah yang dapat mengundang kemurkaan Allah, sebab Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang memfitnah/menganiaya orang-orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan lalu mereka tidak bertobat, niscaya bagi mereka ada adzab neraka jahanam dan bagi mereka ada adzab yang membakar.” (QS. Al-Buruj / 85 : 11).
    Semoga Allah yang Maha Pengasih, melindungi umat Islam dan Bangsa Indonesia dari terpengaruh oleh provokasi yang hanya akan merugikan diri sendiri, aamiin.
    Adapun penjelasan Aqidah Islam yang diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah, dapat kami uraikan satu demi satu Rukun Iman dan Rukun Islam, sebagaimana yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Suci Muhammad Rasulullah Shallallaaahu ‘alaihi wasallam yang penjelasannya kami kutip dari wejangan Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ‘alaihis salaam dan para Khalifah beliau –Imam International Jemaat Ahmadiyah.

    I. Rukun Iman
    1. Beriman kepada Allah
    2. Beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya
    3. Beriman kepada Kitab-kitab-Nya
    4. Beriman kepada Rasul-rasul-Nya
    5. Beriman kepada Hari Akhir
    6. Beriman kepada Qadha & Qadar, baik dan buruknya.

    II. Rukun Islam
    1. Mengucapkan Dua Kalimah Syahadat
    2. Melaksanakan/Menegakan Shalat
    3. Berpuasa di bulan Ramadhan
    4. Membayar Zakat
    5. Menunaikan Ibadah Haji ke Baitullah (Mekkah).

    Penjelasan :
    I. Rukun Iman
    I.1. Beriman kepada Allah
    Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. menjelaskan:
    “Untuk mengikuti ajaranku seseksama-seksamanya dikehendaki, bahwa mereka harus berkeyakinan, bahwa mereka mempunyai satu Tuhan yang Qadir (Maha Kuasa), Qayyum (Yang Berdiri Sendiri) dan Khaaliqul Kul (Pencipta segala sesuatu yang ada), yang sifat-sifat-Nya tak kunjung berubah, serta kekal dan abadi. Ia tidak mempunyai anak. Ia Suci-Murni dari jejak penderitaan, dari dinaikkan ke tiang salib dan dari mengalami suatu kematian. Ia sedemikian rupa, bahwa meskipun dekat namun jauh. Walaupun Tunggal, tapi penjelmaan-Nya nampak dalam bermacam ragam corak. Manakala ada terjadi suatu perobahan di dalam diri seorang manusia, bagi orang itu Dia menjadi Tuhan yang baru, dan Dia memperlakukannya dengan penjelmaan-Nya yang baru. Orang itu melihat suatu perubahan di dalam wujud Tuhan menurut proporsi dari perubahan yang ada pada dirinya – tetapi, hal ini bukanlah seakan-akan terjadi suatu perobahan di dalam Wujud Tuhan, karena sesungguhnya Dia tidak akan sekali-kali mengalami perobahan, dan Wujud-Nya memang paripurna; tetapi dengan tiap-tiap perobahan yang berlaku di dalam diri manusia yang menjurus kearah kebaikan, Tuhan pun menjelmakan diri-Nya terhadap manusia itu di dalam bentuk penjelmaan baru. Dengan tiap-tiap usaha kemajuan pada diri manusia, Tuhan pun memperlihatkan diri-Nya dengan penjelmaan yang lebih agung lagi perkasa. Ia menampakkan sesuatu penjelmaan dari kodrat-Nya yang luar biasa, hanya apabila manusia memperlihatkan suatu perubahan di dalam dirinya secara luar biasa pula; inilah akar dan landasan dari keajaiban dan mu’jizat-mu’jizat yang dipersaksikan oleh sekalian hamba-hamba Allah. Beriman kepada Allah swt., serta kepada segala kekuatan-kekuatan itu, merupakan syarat yang penting bagi Jema’at kita. Resapkanlah keimanan ini ke dalam kalbumu. Berikanlah tempat yang utama kepada keimanan itu lebih daripada kepada urusan pribadi, kesenangan-kesenganmu dan segala hubungan-hubunganmu. Dengan perbuatan-perbuatan nyata disertai keberanian yang tak kenal menyerah, perlihatkanlah kesetiaan dengan sejujur-jujurnya.
    Orang-orang lain di dunia ini, tidak menganggap Tuhan sebagai suatu Zat yang lebih penting dari harta benda mereka dan sanak saudara serta karib kerabat mereka. Akan tetapi kamu harus memberikan kepada-Nya tempat yang paling utama, agar supaya di Langit kamu dituliskan di dalam daftar Jema’at-Nya.” (Ajaranku, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, hal. 1-3, Penerbit Yayasan Wisma Damai, Bogor, 1993)

    I.2. Beriman kepada malaikat-malaikat-Nya

    ?? ?????????? ???? ?????? ??????????? ???????????? ??????? ??????? ???????? ??????? ??????????
    Dan aku berkeyakinan bahwa sesungguhnya Allah itu mempunyai malaikat-malaikat yang dekat, masing-masing dari mereka mempunyai kedudukan tertentu …. (Aainah Kamalaati Islaam, Hal. 384)

    “Dari antara keberatan-keberatan yang diajukan ialah “Apa perlunya bagi Allah Ta’ala menggunakan malaikat-malaikat? Apakah kekuasaan Allah Ta’ala seperti pemerintahan manusia yang memerlukan pegawai dan memerlukan lasykar-lasykar sebagaimana manusia membutuhkannya?

    Jawabannya ialah, hendaknya difahami bahwa Allah Ta’ala tidak memerlukan apapun, tidak memerlukan malaikat, tidak memerlukan matahari tidak bulan dan tidak bintang-bintang. Tapi Dia berkehendak agar qudrat-qudrat-Nya zahir melalui sesuatu sarana agar supaya dengan jalan demikian hikmah dan ilmu menyebar dikalangan manusia. Jika suatu sarana perantara tak ada, maka didunia ilmu tak mungkin ada Ilmu Hayat (Biologi), Ilmu Astronomi, Ilmu Alam (Fisika), Ilmu Kedokteran, Ilmu Botani.

    Sarana-sarana inilah yang telah menumbuhkan ilmu pengetahuan, renungkan dan perhatikanlah oleh kalian jika kamu berkeberatan menerima pengkhidmatan para malaikat, maka keberatan seperti itulah yang mestinya muncul ketika memanfaatkan matahari, bulan, bintang-bintang, planet, benda-benda, unsur-unsur. Orang yang memiliki sedikit saja ma’rifat, iapun mengetahui bahwa setiap zarrah bekerja sesuai dengan iradah Allah Ta’ala dan setiap tetes air yang masuk kedalam tubuh kita, air itupun tidak akan berpengaruh baik atau buruk terhadap tubuh kita tanpa izin Allah. Jadi semua zarrah dan bintang-bintang dan lain-lain pada hakikatnya merupakan sejenis malaikat yang siang malam sibuk memberikan pengkhidmatan. Sebagian sibuk berkhidmat pada jasmani manusia, sebagian berkhidmat pada ruh. Dan Allah Yang Maha Bijaksana, jika demi untuk memelihara tubuh manusia berkehendak menggunakan banyak sekali sarana dan menciptakan berbagai macam pengaruh lahiriah agar dapat berpengaruh pada tubuh manusia dengan berbagai macam cara, Tuhan yang Tunggal dan tidak memiliki serikat itulah yang didalam pekerjaan-pekerjaan-Nya nampak kesatuan dan keharmonisan, Dia-pun menghendaki agar pemeliharaan rohani manusia pun sesuai dengan sistem dan cara demikian sebagaimana yang telah diterapkan pada pemeliharaan jasmani agar kedua sistem (Jasmani dan Rohani), secara zahiriah dan bathiniah, dan secara rohani dan jasmani melalui keseimbangan dan kesatuan itulah dapat menunjukkan adanya Wujud Maha Pencipta, Maha Tunggal dan Yang Maha Mengatur dan Ber-iradah.

    Jadi inilah sebabnya pemeliharaan rohani manusia bahkan bagi pemeliharaan jasmani pun telah ditetapkan sarana-sarana berupa para malaikat. Namun sarana-sarana ini berada didalam kekuasaan Allah Ta’ala, dan laksana sebuah alat yang digerakkan oleh tangan suci-Nya, dan alat itu tidak memiliki iradah sendiri dan tidak memiliki kemampuan bergerak. Sebagaimana udara masuk kedalam tubuh kita atas perintah Allah Ta’ala dan atas perintah-Nya pula keluar dari tubuh kita, dan atas perintah-Nya pula memberikan pengaruh, maka demikian pula bentuk dan keadaan para malaikat sebagaimana firman-Nya: “Mereka melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka” (Q.S. At-Tahrim: 7)

    Keberatan yang diajukan oleh Pandit Dianand berkenaan dengan sistem para malaikat, alangkah baiknya jika dia mendapatkan pengetahuan tentang sistem yang dijalankan oleh Allah Ta’ala pada jasmani dan rohani agar supaya bukannya dia mengajukan keberatan tapi justru ia mengakui kesempurnaan ajaran Al Qur’an bahwa betapa di dalam kitab suci ini terdapat gambaran yang benar dan tepat tentang hukum alam (Aina Kamalaati Islaam, catatan kaki halaman 85 -88).

    I.3. Beriman kepada kitab-kitab-Nya
    Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Al Qur’anul Karim adalah suatu Mu’jizat sedemikian rupa yang tidak ada bandingnya baik dimasa dahulu maupun dimasa yang akan datang. Mutiara karunia-karunia dan berkat-berkatnya terus menerus berlangsung dan setiap zaman terus menerus unggul dan cemerlang sebagaimana dimasa yang mulia Rasulullah saw.; selain itu hendaknya diingat juga hal ini bahwa kalam setiap orang bersesuaian dengan kemampuannya sebagaimana tingginya kemampuan; tekad dan maksud maka sederajat itu juga kalam yang diperolehnya. Jadi dalam hal wahyu Ilahi pun keadaan itulah yang nampak. Seorang yang menerima wahyu, setinggi apa kemampuannya maka sederajat itu juga kalam yang akan diperolehnya. Dikarenakan jangkauan kemampuan, kesanggupan dan tekad Yang Mulia Rasulullah saw. sangat luas, maka kalam yang beliau peroleh pun sederajat dengan itu, dimana tak akan ada orang lain yang akan lahir memiliki kemampuan dan kesanggupan demikian, sebab penda’waan beliau tidak hanya terbatas untuk waktu tertentu atau kaum tertentu, sebagaimana keadaan nabi-nabi sebelum beliau. Bahkan berkenaan dengan beliau, Allah Ta’ala berfirman:

    ???? … ??????? ???????? ????? ?????????? ????????? dan ?? ??? ????????????? ?????? ???????? ????????????????
    Seorang yang jangkauan pengutusan dan risalahnya demikian luasnya, maka siapakah yang akan dapat menandinginya. Jika sekarang ini ada orang yang mendapatkan ilham berupa ayat-ayat Al Qur’an maka menurut pendirian kami jangkauan ilham orang itu tidak akan seluas jangkauan ayat yang diterima oleh yang mulia Rasulullah Saw karena berbeda.” (Malfoozhaat jld. 3 hal. 57).

    I.4. Beriman kepada Rasul-rasul-Nya.
    Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Aku senantiasa memandang dengan pandangan kekagum-kaguman kepada sang Nabi Arabi yang bernama Muhammad (ribuan salawat dan salam semoga terlimpah kepada beliau). Betapa tingginya martabat beliau ini, kita tidak dapat meng-agak-agak batas puncak ketinggian kedudukannya. Bukanlah pekerjaan manusia untuk menilai quwwat qudsiah-nya (daya pengqudusan), dengan sepenuh-penuhnya. Sungguh sayang, martabatnya yang luhur itu tidak dikenal manusia sebagaimana seharusnya dikenal. Tauhid yang telah lenyap dari muka bumi telah dibawa kembali untuk kedua kalinya oleh sang pahlawan itu, ia mencintai Tuhan dengan kecintaan yang sedalam-dalamnya. Dalam pada itu jiwanya larut selarut-larutnya di dalam memperlihatkan rasa kasih kepada sesama umat manusia. Oleh karena itu, Tuhan yang mengenal rahasia hati beliau melimpahkan kepadanya, keutamaan diatas para nabi seluruhnya dan diatas segala generasi masa lampau dan masa yang akan datang. Dia menggenapi segala hasrat yang dikandung hati beliau di dalam masa hidupnya. (Rukhani Khazaain, jilid 22; Hakikatul Wahyi hal. 118 – 119).

    “Bila kita memperhatikan dengan pandangan yang adil, maka kita akan mengetahui bahwa dari seluruh mata rantai kenabian hanya seorang yang gagah berani, hidupnya penuh semangat dan paling dikasihi Tuhan, yaitu penghulu segala Nabi, kebanggaan para Rasul, mahkota seluruh Utusan Tuhan yang bernama Muhammad Musthafa saw. (Rukhani Khazaain, jilid 12; Sirajum Munir hal. 82).

    I.5. Beriman Kepada Hari Qiyamat
    Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Salah satu tanda terbesar dari tanda-tanda dekatnya Hari Qiyamat ialah apa yang dapat diketahui dari Hadits yang dikemukakan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya, yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash r.a. yaitu:

    Artinya: “Ilmu akan hilang bersamaan dengan wafatnya para ulama sehingga ketika tak seorang ulama pun yang tinggal, orang-orang menjadikan orang yang jahil sebagai pemimpin. Maka, mereka memberikan fatwa tanpa ilmu; sehingga mereka tersesat dan menyesatkan.”

    Yakni dikarenakan wafatnya para ulama maka ilmu akan hilang sehingga ketika tak seorang ulama pun dijumpai maka orang-orang akan menjadikan orang-orang jahil sebagai panutan dan pemimpin, dan akan merujuk kepada mereka jika menanyakan masalah-masalah agama.

    Maka orang-orang tersebut dikarenakan tuna ilmu dan ketiadaan kemampuan mengambil kesimpulan, akan memberikan fatwa yang bertentangan dengan cara-cara yang benar dan patut. Maka mereka sendiri (yang berfatwa) juga sesat dan juga akan menyesatkan orang lain. Dan selain itu ada lagi dalam sebuah hadits yang menyatakan bahwa orang-orang yang memberikan fatwa pada zaman tersebut yaitu para pemuka agama adalah yang terburuk dari antara penduduk bumi.

    Masih ada lagi sebuah hadits yang didalamnya dikatakan bahwa mereka itu membaca Al Qur’an akan tetapi Al Qur’an tidak akan turun melewati tenggorokan mereka yakni mereka tidak akan mengamalkannya.

    Demikianlah masih banyak hadits-hadits yang berkenaan dengan para pemuka agama dizaman.

    Namun pada kesempatan ini kami hanya memberikan bukti hadits ini sebagai contoh yang berkenaan dengan fatwa yang keliru sebagaimana telah kami sebutkan diatas, agar supaya setiap orang mengetahui bahwa pada masa ini dari wujud para pemuka agama seperti itu, jika dapat diperoleh faedah maka faedahnya hanya sekedar orang-orang teringat akan Hari Qiyamat dan dapat mengenal dekatnya Hari Qiyamat dengan melihat penampilan, sikap dan perilaku mereka; dan kita masing-masing dapat menyaksikan terpenuhinya salah satu khabar ghaib dari Hazrat Khatamul Anbiyya Salallahu ‘alaihi Wa Salam.” (Aina Kamalaati Islam, hal 605, Nushrat Art Press, Rabwah).

    I.6. Beriman kepada Qadha dan Qodar
    Akhirnya sehubungan dengan Rukun Iman keenam, Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda, “Orang-orang melontarkan kritikan mengenai ini, yakni mengapa taqdir itu terdiri dari dua bagian? Maka jawabnya adalah, pengalaman memberi kesaksian akan hal itu, yakni kadang-kadang tampil dalam bentuk-bentuk yang sangat berbahaya dan manusia benar-benar jadi putus asa. Namun, melalui do’a dan sedekah serta pengorbanan, akhirnya bentuk-bentuk bahaya tersebut jadi hilang. Jadi, akhirnya terpaksa diakui bahwa jika Taqdir Mu’allaq (taqdir yang masih dapat berubah) itu tidak ada, dan segala sesuatu yang berlaku hanyalah Taqdir Mubram (taqdir yang tidak dapat berubah), maka mengapa bisa terjadi penolakan bala? Dan kalau demikian berarti do’a serta sedekah dan sebagainya itu tidak ada artinya sedikitpun?

    Beberapa iradah Ilahi hanya dengan maksud agar tumbuh rasa khawatir pada manusia sampai batas tertentu. Lalu jika ia memberikan sedekah dan pengorbanan, maka rasa khawatirnya itu dihilangkan. Permisalan pengaruh do’a adalah seperti unsur laki-laki dan perempuan. Jika syarat terpenuhi dan diperolah waktu yang tepat serta tidak ada kekurangan apapun, maka sesuatu masalah akan terhindarkan. Dan apabila yang berlaku Taqdir Mubram, maka tidak timbul sarana-sarana pengabulan do’a. Hati memang menginginkan do’a, akan tetapi perhatian tidak dapat terpusat sepenuhnya dan dalam hati tidak muncul rasa perih dan sedih. Shalat, sujud dan lain-lain yang dilakukannya tidak terasa nikmat; yang darinya dapat diketahui bahwa itu bukan akhir yang baik dan merupakan Taqdir Mubram.” (Malfoozhat, Jld. VII, hal. 87-88, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

    II. . RUKUN ISLAM
    II.1. Dua Kalimah Syahadat
    Sehubungan dengan Rukun Islam pertama, beliau ‘Alaihis-salaam bersabda, “Aku ingin memperkenalkan diriku kepada mereka sebagai saksi keberadaan Allah Swt.” (Malfoozhat, Vol. I. hal. 307, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

    “Hamba yang lemah ini telah diutus ke dunia menyampaikan pesan Allah Swt untuk menyatakan bahwa di antara semua agama yang ada saat ini satu-satunya yang benar dan sesuai dengan kehendak Allah Swt adalah yang dikemukakan oleh Al Qur’an dan Laa ilaaha illallaahu Muhammadur Rasuulullaah – tidak ada Tuhan kecuali Allah, Muhammad Utusan Allah – adalah pintu untuk memasuki Rumah Keselamatan.” (Malfoozhat, Vol. II, hal. 132, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

    II.2. Menegakkan Shalat
    Sehubungan dengan Rukun Islam kedua, Pendiri Jemaat Ahmadiyah menerangkan, “Apa yang dimaksud dengan Shalat? Ia merupakan suatu do’a khusus. Akan tetapi kebanyakan orang menganggapnya sebagai uang pajak bagi raja-raja. Orang yang tidak faham, sebegitu pun tidak tahu, apalah perlunya perkara-perkara itu bagi Allah Subhaanahu wa Ta’alaa ke Maha-Cukupan-Nya mana pula memerlukan supaya manusia sibuk dalam do’a, tasbih dan tahlil. Justru di dalamnya terdapat manfaat bagi manusia sendiri, bahwa dengan cara demikian ia dapat mencapai tujuannya. Saya sangat sedih menyaksikan bahwa pada masa kini tidak ada kecintaan terhadap ibadah dan kerohanian. Penyebabnya adalah suatu kebiasaan umum yang beracun. Kerena faktor itulah kecintaan terhadap Allah Subhaanahu wa Ta’alaa menjadi beku. Dan kenikmatan yang seharusnya timbul di dalam ibadah, ternyata kenikmatan itu sudah tidak ada lagi.” (Malfoozhat, Vol. I, hal. 159-160, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

    “Shalat merupakan alat untuk menghindarkan diri dari dosa. Shalat memiliki khasiat untuk menjauhkan manusia dari dosa dan perbuatan buruk. Oleh sebab itu, carilah oleh kalian shalat yang demikian. Berusahalah untuk menjadikan shalat-shalat kalian seperti itu. Shalat merupakan ruh/jiwa segala kenikmatan. Karunia Allah swt datang melalui shalat yang seperti itu. Jadi, kerjakan shalat dengan khusyuk, supaya kalian menjadi pewaris nikmat Allah Swt.” (Malfoozhat, Jld. V, hal. 126; Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984)

    II.3. Puasa Bulan Ramadhan
    Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Masalah ketiga, yang merupakan Rukun Islam adalah Puasa. Kebanyakan orang tidak mengetahui akan hakikat puasa sedikitpun. Pada dasarnya orang yang tidak pernah pergi ke suatu negeri dan tidak kenal akan alam negeri itu, bagaimana mungkin dia dapat menjelaskan keadaan negeri tersebut? Puasa bukanlah sekedar suatu ibadah di mana manusia menahan lapar dan dahaga saja. Melainkan, dia memiliki suatu hakikat serta pengaruh yang dapat diketahui melalui pengalaman. Di dalam fitrah manusia terdapat ketentuan bahwa semakin sedikit dia makan maka sedemikian itu pula akan terjadi tazkiyatun-nafs (pensucian jiwa). Dan potensi/kekuatan kasyfiyah (kemampuan menerima kasyaf) pun bertambah. Maksud Allah swt. dalam hal itu adalah: kurangilah satu makanan jasmaniah dan tingkatkanlah makanan rohaniah. Orang yang berpuasa hendaknya senantiasa memperhatikan bahwa hal itu bukanlah berarti supaya menahan lapar saja, melainkan mereka itu hendaknya sibuk dalam berdzikir kepada Allah swt., sehingga ia memperoleh tabattul (surat Al-Muzammil, 73:9) dan inqithaa’ (memutuskan hubungan dengan urusan-urusan duniawi). Jadi, yang dimaksud dengan puasa adalah supaya manusia meninggalkan satu makanan yang hanya memberikan kelangsungan hidup bagi tubuh dan meraih makanan kedua yang dapat memberikan ketentraman dan kekenyangan bagi ruh. Dan, orang yang berpuasa semata-mata demi Allah swt., bukan sebagai suatu adat kebiasaan, mereka itu hendaknya terus sibuk dalam sanjungan, tasbih dan tahlil kepada Allah Swt., yang mana dari itu mereka akan memperoleh makanan kedua.” (Malfoozhat, Jld. IX, hal. 123, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984).

    II.4. Membayar Zakat
    Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Perintah Zakat berulang-ulang disebutkan dalam kitab suci Al Qur’an, sedang penjelasannya secara rinci terdapat dalam Hadits-hadits Rasululah saw.
    Allah Ta’ala berfirman: “Ambillah dari orang-orang beriman (yang bernaung di bawah pemerintah Islam) sedekah/zakat, agar engkau (Muhammad saw.) akan dapat membersihkan (hati mereka) dan juga engkau akan dapat membersihkan (harta benda (zakat)) mereka dari campuran harta orang lain dan do’akanlah mereka.” (At-Taubah, 9:104).

    Perhiasan yang disimpan tapi kadang-kadang dipakai, zakatnya dibayarkan juga hendaknya. Pakaian perhiasan yang dipakai dan kadang-kadang dipinjamkan kepada orang-orang miskin, maka menurut fatwa setengah ulama, tidak wajib zakatnya. Pakaian yang dipakai sendiri dan tidak dipinjamkan kepada orang lain, lebih baik dizakatkan karena dia dipakai untuk sendiri. Di rumah kami, inilah yang dilakukan dan tiap-tiap tahun kami mengeluarkan zakat perhiasan di rumah kami. Tapi, perhiasan dan uang yang disimpan wajib zakatnya. Tidak ada ikhtilaf (pertikaian pendapat).” (Majmu’ah Fatawa-e-Ahmadiyah, Jld. I, hal. 163; terjemahan Mln. Ahmad Nuruddin r.a.)

    II.5. Menunaikan Ibadah Haji
    Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelaskan: “Kami tidak pernah membuat Kalimah Syahadat atau Shalat atau Ibadah Haji atau masjid sekecil apapun yang terpisah dari mengikuti Rasulullah saw., tugas kami ialah untuk mengkhidmati agama Islam ini; dan memenangkan agama ini di atas semua agama lain serta mengikuti hukum-hukum Al Qur’an yang mulia dan hadits-hadits yang terbukti berasal dari Rasulullah saw. Hadits paling lemah pun kami anggap wajib diamalkan dengan syarat tidak bertentangan dengan Al Qur’an yang mulia; dan kami mengakui bahwa Bukhari dan Muslim ialah ashakhkhul-kutub sesudah kitab Allah.” (Malfoozhat, Jld. VII, hal. 138-139, Cet. Add. Nazhir Isyaat 1984)

    Namun, ada sebagian orang Islam yang berupaya menghalang-halangi orang Islam yang ingin menunaikan ibadah Haji ke Baitullah. Padahal sikap demikian ini sangat bertentangan dengan Hadits Rasulullah saw. Hadhrat Rasulullah Saw bersabda:

    ??? ???????? ???????? ????????? ????? ????? ??????????? ???? ???????? ??????? ?????? ?????????? ???? ?????? ?????????? ??????? ?????????? ?????? ?????????????
    Artinya:
    “Wahai kaum Quraisy, bertaqwalah kepada Allah dan janganlah melarang orang mengambil manfaat dari ibadah Haji, apabila kamu melakukan pelarangan Haji, maka aku menjadi musuhmu di Hari Qiyamat.” (HR Abu Nu’aim dari Hadhrat Ibnu Abbas r.a. dan Kanzul-Umal, Juz V/12361)

    Demikianlah sekilas penjelasan kami berkenaan dengan Aqidah Islam yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Muhammad Rasulullah saw. sebagaimana dipahami dan diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah sesuai dengan yang dijelaskan oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Penjelasan beliau lebih rinci dan lebih luas terdapat di dalam 84 buah buku karya beliau berkenaan dengan Tauhid, Kemuliaan Al Qur’an Suci, Kemuliaan Nabi Muhammad Rasulullah Saw., dan Keindahan ajaran Islam. Selain itu terdapat di berbagai literatur Jemaat Ahmadiyah yang memuat wejangan-wejangan lisan beliau.

    Berkenaan dengan pemahaman Jemaat Ahmadiyah mengenai Wahyu, Kenabian, Imam Mahdi dan Isa Al-Masih yang dijanjikan dan lain-lain dapat ditelaah melalui beberapa literatur yang kami hadiahkan dan sekali lagi dapat di akses melalui http://www.alislam.org.

    Akhirnya kami berharap semoga penjelasan kami ini dapat memberikan kejernihan kepada hadirin, hadirat dan para pencinta kebenaran. Karena Allah swt., berfirman di dalam Surah Al Hujurat ayat 7 (49:7) : “Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu seorang pendurhaka dengan membawa suatu khabar, selidikilah dengan teliti, supaya jangan kamu mendatangkan musibah terhadap suatu kaum tanpa pengetahuan dan kemudian kamu menyesal atas apa yang telah kamu lakukan.”

    Ayat ini menasihatkan kepada kita bahwa jika orang pendurhaka, beritanya harus diteliti apa terlebih orang yang membawa berita dari Allah swt..

    Semoga Allah Yang Maha Pemurah menganugerahkan Berkat dan Rahmat-Nya kepada kita sekalian. Wa aakhirud da’waanaa ‘anil hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.

    Jakarta, 22 September 2005

    Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia

    *Disajikan pada Seminar Sehari dengan Tema “Kritik Atas Kebebasan Beragama di Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) – LIPI, di ruang Seminar Lt. 1 gedung Widya Graha LIPI, Jl. Jendral Gatot Subroto, No. 10, Jaksel.

    Jika orang Ahmadiyah tak boleh menggunakan simbol-simbol Islam dan tak boleh beramal sesuai ajaran Islam, maka logis muncul pertanyaan sebagai berikut:

    1. Siapakah pemilik Islam? Bukan tah Allah yang Maha Kuasa pemiliknya?

    2. Jika Allah pemilik Islam, dan hanya Dia, maka manusia hanyalah penerima amanat untuk melaksanakannya.

    3. Jika manusia diberi amanat untuk menerapkan agama Islam sebagai ajaran terbaik yg difahaminya, maka adakah yg lebih berkuasa di atas Allah dengan menetapkan pelarangan mengamalkan ajaran terbaik itu?

    4. Jika ada yg melarang pengamalan ajaran terbaik ini, berarti orang yg melarang tersebut memiliki kerancuan berpikir dan memiliki salah satu dari dua sikap berikut:

    a. Tidak menghendaki org lain menjadi baik

    b. Tidak mengakui kelebihan dan kehebatan ajaran Islam yg bisa membuat orang menjadi baik.

    Dari sudut pandang ini maka, orang yg melarang warga Ahmadiyah menerapkan ajaran Islam, berarti orang tersebut melarang hal-hal berikut: warga Ahmadiyah tidak boleh mengamalkan tauhid Ilahi, tidak boleh membaca Al Quran suci, tidak boleh terakhlak mulia, tidak boleh menerapkan hukum-hukum Al Quran suci, tidak boleh mengirimkan Shalawat bagi yg Mulia Nabi Muhammad SHALLALLAAHU ‘alaihi wasallam, tidak boleh santun, tidak boleh Shalat fardhu 5 waktu dan tidak boleh melakukan kebaikan-kebaikan lainnya yg diajarkan Islam. Maasyaa-aLLAAH. InnaaLILLAAHI wa innaa ILAIHI raaji’uun. Kami berlindung kepada Allah terhadap kerancuan berpikir seperti itu..

    by Zafrullah Ahmad Pontoh

  2. Dalam hal beriman kepada rasul, ahmadi berbeda dengan kami. Ini yang menjadi inti perbedaan Ahmadiyah dan Islam pada umumnya.
    Ahmadi berpendirian ada rasul baru sesudah Nabi SAW, sedangkan buat kami Nabi SAW adalah rasul terakhir.
    Jadi perbedaan di rukun iman menjadikan ahmadi bukan Islam sebenarnya (yang sesuai ajaran Nabi SAW juga yang dianut juga para sahabatnya, para alim ulama hingga akhir masa).
    Menjadikan MGA sebagai rasul adalah di luar ajaran Nabi SAW, lihat penterjemahan/penafsiran khatamun nabiyyin di tafsir Al Misbah.
    Wassalam,

    Nabi Lama
  3. Menag: Ahmadiyah Harus Membuka Diri
    Jumat, 07 Januari 2011, 16:52 WIB

    REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) diminta membuka diri berdialog dan mengoreksi ajaran serta keyakinannya yang dinilai menyimpang. Langkah ini merupakan solusi alternatif jika Ahmadiyah tetap bersikukuh mengatasnamakan Islam dengan harapan persoalan JAI akan segera tuntas di tahun 2011. Demikian disampaikan Menteri Agama, Suryadharma Ali.

    “Ahmadiyah harus membuka diri, untuk mengubah dan mengkoreksi ajaran yang dipahami sampai saat ini, seperti penyelewengan Kitab Suci dengan keberadaan Kitab Tadzkirah mesti diluruskan,”kata dia kepada Republika di Jakarta, Jumat (7/1).

    Suryadharma mengemukakan, keinginan JAI untuk tetap bergabung dengan Islam merupakan sisi positif bagi Ahmadiyah. Hanya saja, JAI menerima informasi dan dakwah yang tidak utuh tentang Islam. Karenanya, upaya dialog untuk meluruskan pemahaman dan keyakinan Ahmadiyah perlu dilakukan oleh para alim ulama.

    “Setelah lurus, setelah lurus terserah mau nama apa yang mereka gunakan, tapi kalau nyatakan Islam tapi Kitab Suci berbeda, ayat ayat berbeda yang digunakan berbeda dengan Alquran, pemahaman berbeda, ini yang agak susah, sekali lagi luruskan pemahaman mereka tentang Islam. Insya Allah tidak ada masalah,”kata dia.

    Dikatakan Suryadharma, opsi membuka diri adalah alternatif dari dua solusi yang pernah dilontarkan sebelumnya. Opsi pertama eksistensi Ahmadiyah tetap dibiarkan begitu saja dengan keyakinan dan pemahamannya. Tetapi opsi ini tidak menyelesaikan masalah dan justru masalah akan terakumulasi.

    Opsi yang kedua Ahmadiyah dibubarkan agar tidak terjadi akumulasi. Namun tetap saja akan menyisakan masalah meskipun jika dihitung-hitung dengan opsi membubarkan lebih ringan dan masalah bagi Ahmadiyah sendiri.

    Suryadharma menegaskan, pernyataan yang pernah terlontar bahwasanya Ahmadiyah dibubarkan tidak boleh dipergunakan sebagai dasar bertindak anarkis. Sebab, tindak kekerasan dengan alasan apapun dan kepada siapapun tidak dibenarkan baik kepada umat Islam ke sesama Muslim ataupun ke Non Muslim sekaligus. “Itu mestinya dikutip oleh pengamat, jadi dengan alasan agama, politik, apapun lakukan kekerasan tidak boleh,”kata dia.

    Lebih lanjut Suryadharma mengungkapkan, dalam kasus Ahmadiyah tidak berarti memasung kebebasan beragama. Kebebasan beragama tidak boleh melanggar batasan agama lain seperti melecehkan menodai, menistakan agama.

    Karenanya, para pemeluk agama mesti memahami dan mendudukkan arti proporsional kebebasan beragama. “Kalau yang saya maksudkan menghina agama, melecehkan, menodai, menistakan agama, mengubah Kitab Suci dalam kasus Ahmadiyah Islam, apakah masuk dalam kebebasan? Saya rasa tidak,”ungkap dia.

    Nabi Lama
  4. Mirza mengaku dirinya adalah Nabi Muhammad SAW. Lantas dalam syahadat: Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad saw adalah Rasul / utusan Allah.
    Bisakah Muhammad SAW ditujukan kepada mirza karena dirinya mengaku sebagai Nabi Muhammad SAW.
    😉

    Work
  5. Pingback: Ahmadiyah atau Ahmadiah: 6 tahun berlalu namun belum juga berakhir | dony isnandi journal

  6. @ Dildaar:

    1. Siapakah pemilik Islam? Bukan tah Allah yang Maha Kuasa pemiliknya?
    Jawab: Pemilik Islam adalah Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya.
    Buat yang mengikut Nabi Mirza yah bikin aja agama sendiri, gitu aja kok repot…

    2. Jika Allah pemilik Islam, dan hanya Dia, maka manusia hanyalah penerima amanat untuk melaksanakannya.
    Jawab: Betul, Allah mengajarkan Islam kepada Nabi Muhammad SAW. Diterjemahkan oleh Beliau melalui ajarannya, nah kalo ada ajaran baru oleh nabi baru apa itu layak disebut Islam juga?

    3. Jika manusia diberi amanat untuk menerapkan agama Islam sebagai ajaran terbaik yg difahaminya, maka adakah yg lebih berkuasa di atas Allah dengan menetapkan pelarangan mengamalkan ajaran terbaik itu?
    Jawab: Ngeyel terus, Ahmadiyah tidak sama dengan Islam.

    4. Jika ada yg melarang pengamalan ajaran terbaik ini, berarti orang yg melarang tersebut memiliki kerancuan berpikir dan memiliki salah satu dari dua sikap berikut:
    a. Tidak menghendaki org lain menjadi baik
    b. Tidak mengakui kelebihan dan kehebatan ajaran Islam yg bisa membuat orang menjadi baik.

    Jawab: Jika Ajaran Ahmadiyah merupakan ajaran terbaik setelah Islam menurut anda dan para Ahmadi, yah bikin aja nama baru. Kok masih ndompeng nama Islam?
    Kalo masih mengakui Islam sebagai ajaran terbaik, jalan tobat masih terbuka buat anda dan para Ahmadi.
    😉
    Wassalam,

    Nabi Lama
  7. Aksi positif FPI….

    Minggu, 10 April 2011 19:16 WIB

    REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA – Tiga jemaah Ahmadiyah warga Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, tobat dan menyatakan kembali pada ajaran Islam yang benar.

    Tiga jemaah Ahmadiyah yakni Atang (35) Doni (35) dan Siska (18) menyatakan tobat di masjid Al-Barokah desa setempat, Minggu. Mereka didampingi ulama dan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) cabang Tasikmalaya disaksikan masyarakat dan para tokoh agama setempat.

    “Adanya jemaah Ahmadiyah yang bertobat merupakan kerjasama MUI, tokoh masyarakat dan pemerintah daerah yang semua sepakat, paham, bahwa Ahamdiyah itu adalah aliran sesat,” kata Ketua Tanfidjiyah DPC FPI Tasikmalaya, Acep Sofyan Acep.

    Desa Tenjowaringin, menurut Acep merupakan daerah dengan penganut ajaran Ahmadiyah yang cukup banyak.

    Prosesi pertobatan jemaah Ahmadiyah di Tasikmalaya, kata Acep, sudah kesekian kalinya berlangsung, bahkan direncanakan lima orang Ahmadiyah warga Tenjowaringin akan menyatakan diri tobat, Rabu (13/4).

    Mantan jemaah Ahmadiyah, kata Acep akan dilakukan bimbingan atau pembinaan kerohanian tentang dasar-dasar agama Islam agar tidak kembali pada ajaran yang menyesatkan. “Pembinaannya rutin dilakukan dengan pembahasan aqidah,” kata Acep.

    Redaktur: Agung Vazza
    Sumber: Antara

    Nabi lama
  8. Subhanallah…

    Tiga Sesepuh Ahmadiyah Tasikmalaya Masuk Islam
    Rabu, 06 April 2011 21:18 WIB

    REPUBLIKA.CO.ID,TASIKMALAYA–Sesepuh jamaah Ahmadiyah, warga Kampung Tolenjeng, Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu, menyatakan diri bertobat kembali pada ajaran agama Islam yang sebenarnya dengan membacakan kalimat syahadat.

    Sesepuh jamaah Ahmadiyah yang bertobat, yakni Uwon (80) dan istrinya Wiwi (78) serta Ehob (80) ketiganya membacakan syahadat di rumah Uwon disaksikan masyarakat dan ulama setempat.Mantan jamaah Ahmadiyah, Dodo (65) yang mendampingi ketiga sesepuh Ahmadiyah itu, mengatakan keinginan tobat untuk menjalani ajaran agama Islam yang sebenarnya tidak ada paksaan dari pihak lain.

    Ia menegaskan, tidak ada tuntutan akan diberikan sesuatu dari pihak lain maupun tekanan memaksa untuk bertobat melainkan keinginan diri sendiri. “Saya sekarang merasa lebih tenang masuk Islam. Tidak ada paksaan tapi kemauan sendiri,” kata Dodo.

    Sementara itu Pimpinan Pondok Pesantren Riyadul’ulum, Ustad Sambas Abdul Farid yang mendampingi proses pertobatan ketiga sesepuh itu mengatakan, para mantan pengikut Ahmadiyah nantinya akan dilibatkan dalam organisasi pertanian, kerohanian dan perekonomian.

    MUI dan pihak kecamatan, kata Sambas, telah menyiapkan berbagai program pembinaan terhadap para mantan jamaah Ahmadiyah agar dalam menjalani kehidupan dapat bergabung dengan masyarakat pada umumnya serta hidup mandiri. “Agar mereka bisa berbaur dengan warga serta hidup mandiri dalam ekonomi,” kata Sambas.

    Camat Sukaratu, Nanda, mengatakan sekitar 80 persen jamaah Ahmadiyah di wilayahnya masuk ajaran Islam atau sebanyak 41 orang dari jumlah seluruhnya 53 orang. “Sisanya tinggal 12 orang yang memang belum tergugah hatinya, dan ini berkat sosialisai yang kita lalukan terhadap mereka,” kata Camat berharap jumlah yang bertobat terus bertambah.

    Redaktur: Krisman Purwoko
    Sumber: antara

    Nabi lama
  9. Persimpangan bagi Islam dan Ahmadiyah adalah di pengakuan Mirza sebagai nabi baru sesudah Nabi SAW serta pangakuan akan Mirza sebagai Nabi Isa jelmaan, dsb. Itu saja.
    Buat Ahmadi memang persimpangan ini dianggap blur sehingga masih melihat Ahmadiyah itu Islam, tapi buat kami ummat Islam keseluruhan itu adalah benar2 nyata.

    So, mind is like parachute, it’s well working whenever it fully open.
    Wassalam,

    Nabi lama

Leave a Reply to Nabi Lama Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *