Akhirnya kemaren berkesempatan juga ke KBRI. Setelah Jum’at 1 Feb kemarin gagal karena KBRI ikutan libur sehubungan dengan Hari Persekutuan. Berangkat pagi sekali dari Cyberjaya dengan menggunakan Bis T429 bermodal RM1 untuk satu hari. Lalu disambung dengan Bis E1 ke KL Sentral seharga RM5 untuk satu hari dan turun di Pasar Seni. Dari situ saya sambung dengan menggunakan LRT jalur Kelana Jaya menuju stasiun Ampang Park, disini saya ditagih RM1.6 untuk satu kali jalan. Nah dari Ampang Park saya naik Taksi ke KBRI dengan biaya sekitar RM5. Berangkat jam 7 pagi dari CyberJaya sampai jam 9 di KBRI, gak jauh beda nih dengan waktu perjalanan Bogor-Jakarta 😀
Saya antri ke Lapor Diri bagian umum dan memperoleh antrian nomor 258 sementara yang baru dilayani adalah nomor 3. Phiuh. Sementara untuk antrian translasi dan legalilasi saya memperoleh antrian nomor 25. Lirik punya lirik, antrian di bagian pendidikan tidak begitu banyak…. ah enaknya menjadi mahasiswa.
So.. satu jam kemudian saya dipanggil di bagian translasi dan legalisasi. Menyerahkan SIM A saya, Akta Kelahiran Audin dan Surat Nikah. Untuk legalisasi akta dan surat nikah langsung dilakukan saat itu juga dan tanpa bayaran. Sementara untuk translasi SIM saya ditarik biaya RM 60 dan diminta datang mengambil esok hari (5 Feb) jam 3. Hmm.. dibawah perkiraan saya.
Dan mulailah penantian yang penuh perjuangan. Sempat berbincang dengan orang Surabaya yang telah tinggal 20 tahun di Malaysia. Beliau bercerita tentang perkembangan KBRI Kuala Lumpur dari waktu ke waktu. Menurutnya sekarang ini sudah lebih teratur dan lebih bersih daripada dulu. Beliau bahkan bercerita bahwa KBRI pernah seperti pasar kaget di Indonesia; penuh sampah, banyak pedagang dan lain sebagainya yang khas Indonesia. Beliau juga bercerita tentang pertanyaan seorang Polis Malaysia ke beliau yaitu mengapa Orang Indonesia mencari kerja di Malaysia padahal Malaysia tidak memiliki sumber daya apapun hanya perkebunan, sementara Indonesia punya Minyak, Gas, Emas dan berbagai sumber daya alam lainnya. Saya hanya tersenyum mesem saja mendengarnya… mengingat semua sumber daya alam itu tidak diserahkan pengelolaannya ke pribumi tapi kepada asing. Kasian deh rakyat Indonesia… pemerintahnya lebih memilih memberi pekerjaan kepada orang asing daripada rakyatnya sendiri.
Sempat tertidur juga. Hingga akhirnya nomor saya muncul pada jam 12.15. Tiga jam menunggu 😀 Dan sialnya oleh bagian konsulat, saya ditolak untuk lapor diri karena lama tinggal belum mencukupi waktu minimum tinggal di luar Indonesia. Walah… ini betul-betul tiga jam yang sia-sia.

3 Comments

  1. Ya, seperti itu. Paspor gak di cap ataupun apapun. Petugas konsulat hanya melihat jadwal kedatangan tanpa melihat Visa saya. Entah karena dah siang dan dia pengen buru-buru. Sebelum aku sempat beragumen saja, tu petugas sudah mejet tombol manggil nomor berikutnya. 😀

  2. Mungkin maksute mas dony: petugas KBRI menolak pelaporan diri dari sdr dony karena waktu tinggal di malaysia belum mencukupi masa minimun (6 bulan kl tak salah). sebelum masa minimum maka paspor tidak akan dicap dulu. padahal benefit dari cap paspor tersebut adalah bisa mendapatkan bebas fiskal dari indonesia (pasti sewaktu2 pulkam dong). kalau tak salah juga bisa mengurangi pajak? gitu..moga lancar disana ya pap….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *